Thursday, March 28, 2024
HomeBerita BaruNusantaraAnjuran Disnakertrans Diabaikan PT HMBP, Karyawan Tempuh Jalur Hukum

Anjuran Disnakertrans Diabaikan PT HMBP, Karyawan Tempuh Jalur Hukum

Sampit, Investigasi.today PT Hamparan Massawit Bangun Persada (HMBP) digugat oleh Dedy Susanto lantaran tidak mau membayar pesangon sesuai yang dianjurkan oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Kalimantan Tengah. Sesuai dengan surat  nomor:565/726/HI.03/VI/Nakertrans tertanggal 23 Juni 2020, pihak perusahaan diminta membayar pesangon Dedy sebesar Rp 76.401.300. Namun hingga kini penegasan tersebut diabaikan oleh pihak perusahaan tersebut. Sehingga Dedy melakukan gugatan di Peradilan Negeri setempat di Palangka Raya.

“Sidang perdana kemarin digelar dan masing-masing pihak dipanggil, namun perusahaan tidak hadir dalam persidangan. Hanya kami saja yang hadir,” kata Dedy, Kamis (3/8) kemarin.

PT HMBP diminta membayar pesangon Dedy, sehubungan dengan penyelesaian perselisihan hubungan industrial, antara PT HMBP dengan warga Desa Penyang, Kecamatan Telawang, Kabupaten Kotim itu telah dilaksanakan melalui mekanisme klarifikasi, sidang mediasi 1 dan sidang mediasi 2 oleh Dinas Tenaga Kerja dan transmigrasi Provinsi Kalimantan Tengah namun tidak tercapai kesepakatan sesuai ketentuan yang berlaku.

Pasal 13 Ayat (2) didalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Jo Permenakertrans Nomor 17 Tahun 2014,  tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Mediator , Hubungan Industrial serta Tata Cara Kerja Mediasi ,maka mediator hubungan industrial mengeluarkan anjuran sesuai dengan undang -undang yang berlaku.

Dari keterangan pihak pekerja bahwa, dia bekerja sejak tahun 2011 dan diangkat menjadi KHT pada 24 April 2012 dengan jabatan satpam dengan upah sebesar Rp3.231.546 perbulan. Pekerja hanya diberikan oleh pihak prusahaan uang pesangon sebesar Rp3.500.000, namun Dedy tidak mau menerima uang pesangon tersebut.

Karena tidak sesuai dengan hitungan dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Kotim, juga dari kesepakatan awal dengan pihak perusahaan. Namun kesepakatan bersama tersebut tidak diindahkan oleh pihak prusahaan, bahkan tidak bersedia menandatangani surat itu. Bahwa sejak 26 Desember 2019 pekerja sudah tidak bisa lagi melakukan absen fingerprint di perusahaan dan menuntut upah bulan Desember 2019. (Rahman).

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment - (br)

Most Popular