
Oleh Anwar Hudijono
Surabaya, Investigasi.today – “Demokrasi Amerika bisa jadi lebih rapuh daripadayang kita sadari,” ujar David Price, Anggota Kongresdari Chapel Hill dalam buku How Democracies Diekarya Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt.
Amerika saat ini ibarat artis yang berperan sebagaibidadari di panggung yang terang benderang. Sakingterangnya, bekas kukul sebesar menir pun kelihatanjelas.
Penonton global yang semula luruh dalam kekaguman, terkesima oleh kacantikannya, tiba-tiba terhenyakkaget bukan kepalang. Ternyata oh ternyata.Kecantikan artis itu karena memakai masker. Ketikasebagian masker itu tersibak, terlihatlah bopengnya.
Masker yang dalam bahasa Inggris disebut mask berarti topeng. Setiap topeng berarti bukan aslinya.Maka masker bisa juga berarti bohong.Menyembunyikan aslinya.
Ada pepatah sepandai-pandai menutup bangkai,baunya menyeruak juga. Secemerlang bagaimanapunlogam sepuhan, pada akhirnya akan luntur. Itu sudahmenjadi kehendak alam.
Peristiwa super brutal, anarkisme di gedung Capitol, Washington hanyalah bagian dari proses tersibaknyamasker Amerika itu. Selama ini Amerika mengklaimkampiunnya demokrasi. Sukses membranding dirisebagai pendekar hak asasi manusia (HAM). Masyarakatnya paling toleran. Menjadi penyangga danpenjaga perdamaian dunia. Menjadi trend setter masyarakat dunia.
Amerika memang mencoba menjadi contoh panutan“kearifan” dunia. Kearifan misalnya, berisi pedomanbagaimana berbuat untuk yang terbaik bagi dirinya.Bagaimana menjadi berhasil. Menang. Sukses.
Kearifannya sejalan dengan kearifan Lucifer.Sebagaimana ditulis dalam buku, Sejarah Dunia Yang Disembunyikan karya Jonathan Black, “kearifan” tanpadimensi moral. Jangan heran jika Pemimpin RevolusiIran Ayatullah Khomeini menjuluki Amerika sebagaiSetan Besar. Istilah Setan Besar ini sama denganLucifer.
Kearifan model Lucifer itu ibarat matahari terbit daribarat. Cahayanya itu cahaya palsu. Karena bukancahaya kebenaran sejati maka sering kali mempertontonkan hipokrisinya. Salah satunya, materialisme yang dikembangkan kini sudah semakinsulit dihadapi agama-agama yang menjadi sumbermoral.
Contohnya, menuduh pihak lain melakukan penindasanmanusia seperti terhadap Iran, Venezuela, Cina, tapi diasendiri mendukung Israel membedeli rakyat Palestina. Mensuport Arab Saudi mengebomi anak-anak miskinHouti di Yaman. Meluluhlantakkan Irak danAfghanistan semaunya.
Pada titik tertentu Amerika mempertontonkan karaktersejarahnya yaitu sebagai tuan-tuan yang memperbudakmanusia. Sehingga pada dasarnya Amerika tidakpernah mencari kawan, tetapi mencari budak alisjongos alias gedibal alias keset yang setia mengabdidan melayaninya.
Memantik api rasisme
Pasca anarkisme brutal Gedung Capitol, PresidenDonald Ttrump dijadikan pusat tuduhan. Dia dianggapdemagog (provokator) yang membakar emosipendukung fanatiknya untuk menyerbu Capitol.
Bukan itu saja, dia dituding telah merobohkan pagardemokrasi Amerika. Memantik api rasisme. Membakarradikalisme Supremasi Kulit Putih. Membahanakananti-Islam dan anti-imigran. Bahkan anti demokrasi.
Untuk itulah, satu-satunya cara untuk memulihkandemokrasi Amerika , Trump harus dihabisi total. Kekuatannya dilucuti. Ada yang mengusulkan diadicopot sebagai presiden.
Bahkan diproses hukum agar bisa dipenjara. Sebabdikhawatirkan jika masih berkeliaran di luar, masihbisa menghasut, membangun loyalitas pengikutnya.Sehingga punya peluang di Pilppres 2024. Jika diadimakzulkan baik oleh Kongres atau oleh Amandeman25, dia tidak bisa nyapres lagi.
Pertanyaan muncul, apakah Trump bertindak sendiriatau ada produser dan sutradara di belakangnya.Seperti dikisahkan dalam film Iron Fist, politik danekonomi di Amerika itu diatur oleh “Sang Tangan”. Sosok yang tidak tampak alias rahasia tapi sangatberkuasa. Digdaya.
Jangan-jangan Trump itu cuma seperti kuda yang menggigit besi tali kekang. Sehingga mau tidak mau, suka dan tidak suka harus manut dengan yang mengatur sambil menungganginya. Jika tidak manutakan dicambuk.
Pandangan bahwa ada tangan bayangan yang mengaturperilaku, kebijakan Trump didasarkan pada asumsi bahwa Trump itu bukan politisi tulen. Dia itumakomnya atau cetak birunya sebagai pedagangmurni. Bukan orang sekolahan. Tidak suka baca buku.Apalagi buku ilmiah yang berat-berat.
Di dalam dirinya mengendap ambisi sukses yang sangat besar. Ambisi ini yang kemudian dikonversidari ambisi bidang bisnis ke bidang politik. Ternyatasukses langsung berada di puncak piramida politikyaitu sebagai presiden.
Dia jadi seperti orang kaget. Orang mabuk kekuasaan.Kadang juga seperti edan. Karakternya sebagai bukanorang sekolahan bertemu dengan kekuasaan yang sangat besar. Jadilah sosok yang arogan, urakan, semaunya sendiri.
Di bisnis prinsipnya keuntungan atau cwan itu tidakboleh berkurang, apalagi hilang. Bisnis itu miliknya.Terserah apa mau pemiliknya. Prinsip dan kebiasaanini mau diterapkan di politik. Jabatan presiden itudianggap miliknya. Terserah apa mau dia. Bagi dia, bukan hal yang tabu mengangkat anak dan menantunyasebagai penasehat presiden.
Tidak menganggap jabatan itu sebagai amanat yang pelaksanannya ada aturan main. Di samping aturanhukum formal, dalam kehidupan politik Amerika itujuga ada pagar halus berupa moralitas untuk menjagakekuasaan Presiden tidak diselewengkan.
Lihat saja, dia ingin menjadi presiden lebih duaperiode. Aturan hukum bjsa saja dibuat agar jalannyalapang. Tapi dimensi moral melarang Presiden lebihdari dua periode. Lantaran komitmen moral itulahPresiden George Washingtong menolak dicalonnkanketiga kalinya.
Dia tidak pernah siap akan kehilangan jabatan presidenkarena sudah merasa jadi miliknya. Untuk itulah diabersikap melik nggendong lali. Bukan hanyamenyalahgunakan kekuasaan tetapi jugamempertahankan mati-matian. Apapun akan diterjangtak peduli merobohkan pagar demokrasi bahkanmengorbakan nyawa pendukungnya.
Trump memang kelihatan sangat parah. Itu semuakarena dia melakukan secara terbuka. Tanpa terdengaling-aling. Tapi sebenarnya belum terlalu parah.Misalnya, dia belum atau tidak menggunakan polisidan aparat hukum lainnya (di Amerika disebut wasit )untuk kepentingan ambisi kekuasaanya. Untukmengkriminalisai lawan-lawannya.
Dia memang menyerang dan memaki pers, tapi tidaksampai mengkriminalisasi, menekan dengan pajak.Trump tidak tercatat memenjarakan orang yang kritisterhadap dirinya. Intinya, masih adalah kebaikanTrump itu sikik-sikik.
Trumpisme
Trump tersingkir. Tanggal 19 Januari mungkin duniaakan melihat dia keluar dari Gedung Putih. Ataumungkin dia malah diusir karena dimakzulkan. Mata dunia akan menyaksikan dia melangkah denganmemikul buntelan. Air matanya meleleh seperti esganepo kepanasan. Langkahnya gontai bak mentokambeien. Sambil misuh-misuh. Nggremeng tak karuan.Sesekali meludah.
Joe Biden naik tahta. Partai Demokrat berkuasa.Apakah compang-campingngnya demokrasi Amerikabisa diperbaiki layaknya menyulam kain yang rapuh?Apakah keruntuhannya bisa dihentikan?
“Tidak ada satu pemimpin yang bisa menghancurkandemokrasi. Demikian pula tidak ada satu pun pemimpin yang bisa menyelamatkan demokrasi.Demokrasi adalah usaha bersama. Nasibnya tergantungpada kita semua,” tulis Levitsky dan Ziblatt.
Sangat tidak mudah bagi Biden memulihkandemokrasi. Kenapa? Trump dan pendukungnya tidaklegawa. Mereka sudah membentuk kelompok-kelompok pemberontakan. Bahkan dengan bersenjata.Mereka menunggu pilpres 2024 atau bahkanmenjatuhkan Biden di tengah jalan.
Untuk mengunci Trump mungkin dia akan dipenjara. Sudah banyak kasus yang bisa dijadikan cantolanseperti memprovokasi penyerangan anggota Kongres.Melakukan kebohongan. Masih banyak kasus lain.
Tapi Trumpisme sudah terlanjur merebak, mengakar.Ibarat kanker, akarnya sudah menjalar ke beberapabagian tubuh. Seperti kata Levitsky dan Ziblatt, bisasaja muncul tokoh yang lebih radikal dan ganas dariTrump.
Jangan-jangan merosotnya demokrasi di Amerika inihanya salah satu tanda bahwa negara superpower itusedang dalam proses menuju akhir sejarahnya. PaxAmerica segera menjadi fosil.
Tanda-tanda lain, negara ini kepayahan menghadapipandemi Covid-19. Menjadi negara dengan penderitaterbanyak di dunia. Ekonominya juga merosot tajam.Bangunan negara-bangsa seperti pohon besar yang akarnya mulai rapuh, daunnya agak alum. Rayapmemangsa bagian dalam batangnya sehingga dari luarkelihatan kokoh, tapi di dalam keropos.
Sejarah mencatat, banyak emperial seperti Romawi, Persia, Turki Usmani, Mongol yang hancur justudimulai dari dalam. Rabbi a’lam (Tuhan yang lebihtahu). (Gm).