Thursday, March 28, 2024
HomeBerita BaruHukum & KriminalDiduga Surat Tuntutan JPU Memuat Keterangan Palsu dan Serangkaian Kebohongan

Diduga Surat Tuntutan JPU Memuat Keterangan Palsu dan Serangkaian Kebohongan

Surabaya, Investigasi.today – Dengan modus operasi memberikan keterangan palsu, dan serangkaian kebohongan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rakhmad Hari Basuki, SH dari Kejati Jawa Timur merumuskan Surat Tuntutan, yang kemudian menjadi dasar dan landasan pertimbangan bagi Jaksa Agung Muda Pidana Umum, Dr Noor Rochmad, SH, MH dalam memutuskan besarnya tuntutan terhadap terdakwa Budi Santoso dan Ir. Klemens Sukarno Candra selama 4 tahun penjara. Oleh karenanya, dalam kasus ini sangat mungkin secara berjenjang, sejak mulai Kajari Surabaya, Kajati Jawa Timur, Direktur Tindak Pidana Terhadap Keamanan Negara dan Ketertiban Umum pada Jampidum, dan hingga Jampidum telah menjadi korban kebohongan JPU. “JPU telah mendakwa dan menuntut kami para terdakwa dengan pasal penipuan, dengan cara merumuskan Surat Tuntutan yang memuat serangkaian kebohongan dan keterangan palsu. Tapi fakta yang berhasil terungkap selama persidangan ini bukanlah dakwaan penuntut umum mengenai adanya penipuan yang dilakukan para terdakwa, melainkan serangkaian kebohongan dan keterangan palsu oleh jaksa penuntut umum.

Ini sebuah ironi sekaligus tragedi dalam proses penegakan hukum di Indonesia” demikian pembelaan terdakwa Ir. Klemens Sukarno Candra dan Budi Santoso dalam Pledooi setebal 377 halaman, yang diberi judul “Melawan Mafia Hukum” yang dibacakan bergantian di pengadilan negeri Surabaya, Kamis (17/1/2018).

Dalam mencontohkan bukti keterangan palsu JPU, terdakwa Ir. Klemens Sukarno Candra, mengatakan, sebagaimana yang telah menjadi fakta persidangan terdapat 15 orang saksi fakta (A Charge) “tidak mau” dihadirkan oleh JPU, yakni: (1) Yudi Hartanto, (2) Fanny Sayoga, (3) Debbie Puspasari Sutedja, (4) Sugiarto Tanajohardjo, (5) Ganitra Tee, (6) Teguh Kinarto, (7) Widjijono, (8) Siauw Siauw Tiong, (9) Harisman Susanto, (10) Hioe Sutikno Husada, (11) Jeffry Suryono, (12) Brigita Niken Kurniasari, (13) Ir. Rudianto Indargo, (14) Maria Hariati Soebagio, dan (15) Costaristo Tee. Namun menurutnya, secara mengejutkan JPU dengan gegabah memberikan keterangan palsu dalam Surat Tuntutan, dengan mengatakan, 15 saksi fakta tersebut hadir dipersidangan, dan memasukannya sebagai fakta persidangan. Para terdakwa, majelis hakim, pengunjung sidang, JPU dan kuasa hukum tidak pernah bertemu 15 orang saksi fakta tersebut bersaksi di muka persidangan. Dan tidak pernah pula mendengar BAP 15 saksi fakta tersebut dibacakan JPU.

Para terdakwa tidak pernah pula dimintakan tanggapannya oleh majelis hakim atas kesaksian 15 saksi tersebut di muka persidangan. “Namun ujuk-ujuk pada Surat Tuntutan halaman 23 sampai dengan halaman 30, tanpa malu JPU memberikan keterangan palsu secara vulgar dan kasat mata dengan menulis: Terhadap Keterangan Saksi, Terdakwa Tidak Keberatan” ujar terdakwa Ir. Klemens Sukarno Candra lagi.

Akan Dilaporkan ke Bareskim dan Jamwas

Apa yang dilakukan JPU ini menurut Ir. Klemens Sukarno Candra, dikualifisir sebagai perbuatan pidana memberikan keterangan palsu ke dalam akta otentik, sebagaimana yang dimaksud pasal 266 ayat (1) KUHP. Oleh karena Surat Tuntutan memuat keterangan palsu maka secara yuridis, kedudukan Surat Tuntutan JPU tergolong Surat Palsu, sebagaimana yang dimaksud pasal 263 KUHP. Perbuatan JPU yang memberikan keterangan palsu dan serangkaian kebohongan dalam Surat Tuntutan merupakan kejahatan yang serius. “Usai persidangan ini kami berencana melaporkan JPU secara pidana ke Bareskrim Polri, guna memberikan efek jera pada aparat penegak hukum yang lain, dan agar tidak ada lagi korban-korban praktek mafia hukum lainnya. Selain melaporkannya ke Jaksa Agung dsan Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan” tukas Ir. Klemens Sukarno Candra dalam pembacaan Nota Pembelaannya.

Selain memberikan keterangan palsu, JPU juga melakukan serangkaian kebohongan dalam Surat Tuntutannya pada halaman 87. Kebohongan Pertama, ketika JPU mendalilkan, “adalah fakta bahwa obyek tanah lahan apartemen tersebut yaitu SHGB No. 71 Desa Kedungrejo Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo dengan seluas 59.924 an. PT. Kendali Jowo baru dibeli oleh PT. Bumi Samudra Jedine pada tanggal 12 Juni 2014 sebagaimana, Akta Jual Beli No. 100/2014 tanggal 12 Juni 2014 dihadapan Notaris/PPAT Inggil Nugroho Wasih, SH”. Menurut Ir. Klemes Sukarno Candra, keterangan bohong ini sengaja dibangun JPU untuk memberikan gambaran palsu, bahwa pada saat melakukan pemasaran unit apartemen di bulan Desember 2013, PT. Bumi Samudra Jedine belum memiliki tanah.

Padahal fakta yang benar, pada tanggal 30 Juli 2013, PT. Bumi Samudra Jedine sudah membeli dan memiliki obyek tanah seluas 59.924 m2, yang diatasnya akan dibangun apartemen Royal Afatar Word, berdasarkan bukti sempurna, berupa akte Perjanjian Pengikatan Jual Beli Lunas Nomor: 154 yang diterbitkan Kantor Notaris Widatul Millah, SH, yang dilampirkan dalam Nota Pembelaan. “Sejatinya JPU sudah paham fakta ini, karena dalam berkas perkara cukup terang benderang dan sesuai fakta persidangan. Sehingga keterangan palsu yang dituangkan dalam Surat Tuntutan itu dilakukan dengan sengaja oleh JPU” ujarnya melanjutkan.

Kebohongan kedua, ketika JPU mendalilkan” adalah fakta bahwa untuk mendukung pemasaran Apartemen Royal Afatar World yang akan dibangun Desa Kedungrejo Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo tersebut, pihak PT. Bumi Samudra Jedine membuat miniatur Apartemen Royal Afatar World dan membagikan brosur tentang apartemen Royal Afatar World yang ditawarkan dengan harga jauh lebih murah dibandingkan dengan apartemen lain sehingga masyarakat /konsumen menjadi tertarik dan berminat membeli Apartemen Royal Afatar World tersebut”.

Menurut pembelaan terdakwa Ir. Klemens Sukarno Candra, melalui serangkaian kebohongan tersebut, JPU ingin membangun keadaan palsu, dimana kebijakan yang dibuat PT. Bumi Samudra Jedine dalam menetapkan harga jauh lebih murah dibandingkan dengan apartemen lainnya, merupakan cara perbuatan terdakwa melakukan tipu muslihat, agar masyarakat tertarik dan berminat membeli. Dalam konteks ini, ketika mengatakan harga jauh lebih murah dibandingkan dengan apartemen lainnya JPU tidak memberikan harga unit apartemen lain sebagai pembanding. Sedangkan sesuai fakta persidangan, 18 saksi fakta/pelapor yang memberikan keterangan ke muka persidangan, tertarik membeli apartemen Royal Afatar World, karena letaknya strategis dan harga terjangkau.

Dari 34 saksi pelapor yang memberikan keterangan ke muka persidangan tidak ada seorangpun yang menerangkan tertarik membeli apartemen Royal Afatar World karena “harga jauh lebih murah dibandingkan dengan apartemen lainnya, sebagaimana yang disampaikan oleh JPU dalam Surat Tuntutannya.

Kebohongan JPU terkuak oleh dalil yang dibangunnya sendiri. Untuk mendukung kebohongan “harga jauh lebih murah dibandingkan dengan apartemen lainnya sehingga masyarakat/konsumen menjadi tertarik dan berminat membeli Apartemen Royal Afatar World, dalam Surat Dakwaan dan Surat Tuntutan halaman 2, 82, 87, 93, dan 97, JPU malah memberi contoh harga apartemen yang tergolong cukup mahal. Yakni sebagai berikut: “Syane Angely Tjiongan memutuskan membeli Apartemen Royal Afatar World tower B lantai 20 unit 17 type B senilai Rp. 478.600.000,- (Empat Ratus Tujuh Puluh Delapan Juta Enam Ratus Ribu Ruplah), dan Dra. Linda Gunawati Go juga telah melakukan pelunasan unit Apartemen Royal Afatar World tower C lantal 18 unit 09 atau blok 1809 dengan kode pemesanan STA 43 senilai Rp. 250.500.000,- (Dua Ratus Lima Puluh Juta Lima Ratus Ribu Rupiah)”. Untuk harga apartemen tife yang dibeli Syane Angely Tjiongan dijual oleh The Grand Sagara Surabaya seharga Rp. 360 juta per unit.

Dengan demikian, kata terdakwa Ir. Klemens Sukarno Candra, dalil dalam Surat Tuntutan JPU, selain memuat keterangan palsu juga merupakan serangkaian kebohongan yang antara pelbagai kebohongan itu terdapat suatu hubungan yang sedemikian rupa, dan kebohongan yang satu melengkapi kebohongan yang lain, sehingga secara timbal balik menimbulkan suatu gambaran palsu seolah-olah merupakan suatu kebenaran”. Diduga apa yang dilakukan JPU ini merupakan bagian dari praktek mafia hukum. “Dengan kata lain yang lebih tepat untuk dibawa ke muka persidangan sebagai terdakwa adalah JPU Rakhmad Hari Basuki, SH dan kawan-kawan, dengan didakwa melakukan pidana pasal 266 ayat (1) dan pasal 263 KUHP, dengan alat bukti Surat Dakwaan, Surat Tuntutan, dan saksi-saksi” ujar Ir. Klemens Sukarno Candra. (Ml)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment - (br)

Most Popular