Surabaya, investigasi.today – Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Timur Adhy Karyono menyiapkan skema korporasi bagi para petani yang dinilai efektif untuk mengendalikan inflasi khususnya terhadap komoditas pangan.
Dalam Rapat Koordinasi Pusat dan Daerah (Rakorpusda) Bank Indonesia di Kota Malang, Jawa Timur, Selasa, Adhy mengatakan, skema itu diharapkan dapat meningkatkan daya tawar terhadap tengkulak dan daya saing petani sekaligus sebagai alternatif solusi mengendalikan inflasi.
“Ini sudah dilakukan sejak semester lalu untuk konsepnya. Saat ini, pelatihannya sudah berjalan di Jombang dengan sepuluh gabungan kelompok tani menggunakan koperasi petani dan nelayan,” kata Adhy.
Ia menjelaskan program tersebut dilakukan dengan model koperasi multipihak yang mencakup para petani, pemilik penggilingan padi, kepala desa hingga sejumlah komponen terkait lainnya.
Menurutnya, skema korporasi petani yang dijalankan melibatkan fasilitasi pembiayaan, dengan keterlibatan PT Kliring Perdagangan Berjangka Indonesia yang merupakan BUMN serta Bank UMKM Jatim.
Selain itu, korporasi petani juga mengelola secara profesional dari sisi hulu dengan produksi utama beras dan residu bernilai ekonomi tinggi. Koperasi produsen multipihak tersebut mayoritas merupakan milik petani.
Manajemen korporasi, industri penggilingan beras, investor, serta pemasaran, lanjutnya, terhubung dengan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan kepala desa. Untuk pemasaran, digunakan merek kolektif atau communal branding Jatim Cettar.
Sementara itu, untuk harga pasar dibentuk dari harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan oleh korporasi petani dan akan menjadi acuan penjualan untuk korporasi pemasaran terhadap sejumlah komoditas hasil produksi.
“Intinya adalah kita akan menutup dua masalah dengan strategi korporasi petani. Pertama, ketersediaan pangan, lumbung pangan atau pengendalian bahan pangan untuk mencegah kelangkaan. Kedua adalah pengendalian inflasi dari bawah,” ucapnya.
Ia menambahkan, pengendalian inflasi menjadi prioritas dalam pembangunan daerah karena sangat berpengaruh terhadap keterjangkauan harga dan perubahan garis kemiskinan. Pembangunan daerah mendorong pertumbuhan ekonomi yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat.
“Untuk itu, ketika inflasi dikendalikan maka peningkatan kesejahteraan masyarakat tidak tergerus oleh kenaikan harga barang, khususnya komoditi pangan. Karena sektor komoditi makanan berkontribusi sebesar 75,8 persen pembentuk garis kemiskinan Jatim,” tuturnya.
Pada 2023, produksi beras Jatim mencapai 5,5 juta ton atau setara 32,2 persen produksi beras di Pulau Jawa. Sementara untuk komoditas jagung mencapai 4,5 juta ton atau sekitar 60,9 persen produksi jagung Pulau Jawa.
Namun demikian komoditas pangan terutama beras menjadi penyumbang inflasi yang dominan. Akan tetapi, kenaikan harga beras tersebut tidak serta merta dapat dinikmati oleh para petani dan menaikkan derajat kesejahteraan mereka.
“Berdasarkan data BPS, peningkatan harga gabah terjadi saat produksi gabah tidak pada masa puncak produksi. Bahkan, saat panen raya (Maret-April) justru terjadi penurunan harga jual gabah,” terangnya.
Selain itu, untuk pengendalian inflasi di Jawa Timur, wilayah tersebut merupakan provinsi dengan 11 kota Indeks Harga Konsumen (IHK) terbanyak di Pulau Jawa. Jawa Timur juga merupakan lumbung pangan, dimana komoditas yang dihasilkan juga disiapkan untuk memenuhi kebutuhan 16 provinsi lain di Indonesia.
Kemudian, Jawa timur juga merupakan salah satu penghasil industri rokok terbesar dimana kenaikan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) memberikan tekanan harga di Jatim. Oleh karena itu, program korporasi petani, menjadi cara untuk pengendalian inflasi.
“Untuk menyikapi hambatan dan pengendalian inflasi di Jatim inilah, TPID Jatim mau tak mau harus memperkuat kelembagaan petani. Salah satunya melalui program korporasi petani,” katanya. (Lg)